Di Jakarta, CNBC Indonesia, perubahan dalam Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi topik yang sangat penting. Kenaikan PPN menjadi 12% telah mengundang banyak kritik dari masyarakat. Hal ini dianggap memiliki potensi untuk menekan daya beli masyarakat dan mempengaruhi berbagai sektor ekonomi.
Perspektif dari Menteri Perdagangan
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso telah berusaha untuk menjaga daya beli masyarakat tetap stabil. Dia menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan berbagai program. Salah satunya bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Ketika ditanya dampaknya terhadap perdagangan ekspor, Budi menekankan pentingnya ekosistem ekonomi yang saling mendukung. Kalau tiga program utama berjalan dengan baik, dampaknya akan positif bagi perekonomian, termasuk ekspor.Program Kerja Utama Kemendag
Program kerja utama Kemendag terdiri dari tiga aspek. Pertama, pengamanan pasar dalam negeri melalui stabilisasi harga dan ketersediaan bahan pokok, peningkatan sarana perdagangan, fasilitasi pengembangan dan sertifikasi produk, pengawasan perdagangan, kepastian dan kemudahan usaha, serta pemberdayaan dan pengembangan produk dalam negeri. Kedua, perluasan pasar ekspor dengan penguatan diplomasi perdagangan internasional dan peningkatan promosi dan informasi ekspor. Ketiga, peningkatan UMKM “BISA” ekspor melalui program “Berani, Inovasi, Siap, Adaptasi” untuk mencetak eksportir baru.Perspektif dari Pengusaha Ritel
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengungkapkan bahwa kenaikan PPN 12% akan berdampak pada harga jual produk di ritel modern. Meski kenaikannya hanya 1%, akan menyebabkan kenaikan harga produk hingga 5-10%. Karena akan naik biaya transportasi, akibat biaya solar dan bensin yang naik PPN-nya. Selain itu, akan naik juga biaya transportasi logistik, akumulasi penyusutan peralatan, dan handling distribution center. Roy meminta pemerintah mengundurkan pemberlakuan PPN 12%.Perspektif dari Ketua Hippindo
Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan bahwa kenaikan PPN 12% berpotensi memengaruhi perilaku belanja masyarakat. Masyarakat cenderung menunda pengeluaran dan bahkan bisa menurunkan daya beli secara signifikan. Isu kenaikan PPN telah membuat masyarakat cenderung borong atau boikot. Jika semua orang menahan belanja, roda ekonomi berhenti. Kenaikan PPN 12% akan menyebabkan harga barang meningkat di semua lini, mulai dari pabrik hingga ritel. Budihardjo berharap pemerintah mempertimbangkan dampak luas kebijakan ini.Budihardjo juga memprediksi bahwa awal tahun 2025 akan menjadi periode berat bagi sektor ritel. Penjualan diperkirakan akan turun hingga 50% dibandingkan Desember 2024. Karena orang sudah habis belanja di Natal dan akhir tahun.Dalam keseluruhan, kenaikan PPN 12% memiliki dampak yang luas pada ekonomi. Masyarakat, pengusaha, dan sektor-sektor tertentu harus menghadapi tantangan ini. Harapannya, pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut untuk memastikan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian.