Tentang Penundaan Penerapan PPN 12% dan Hubungan dengan UU HPP

Nov 21, 2024 at 1:19 AM
Di Jakarta, CNBC Indonesia, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memastikan bahwa penundaan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% tidak memerlukan perubahan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini dibagikan oleh Wakil Ketua Komisi XI Dolfie AFP kepada wartawan, Rabu malam (20/11/2024). Dolfie menyatakan bahwa tarif PPN bahkan dapat turun jika berada dalam rentang yang sudah ditetapkan, yaitu 5-15%.

Persepsi Komisi XI

"Undang-undang pajaknya tidak perlu dirubah. Karena di undang-undang tersebut sudah memberikan amanat kepada pemerintah. Jika ingin menurunkan tarif, boleh, tetapi minta persetujuan DPR," jelasnya. Pada periode pemerintahan sebelumnya, Komisi XI telah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12%. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada waktu itu berpandangan bahwa keputusan PPN harus menunggu pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden. Setelah pergantian pemerintah, menurut Dolfie belum ada tanda-tanda perubahan aturan. Sementara itu, tambahan penerimaan dari kenaikan PPN sudah masuk ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Implikasi Ekonomi

Berdasarkan kajian LPEM FEB UI dalam Seri Analisis Makro Ekonomi Indonesia Economic Outlook 2025, dikatakan bahwa PPN dapat berisiko memperburuk tekanan inflasi. "Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung, sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan. Efek ini dapat menjadi tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, yang mungkin mengalami penurunan daya beli, sehingga mengarah pada penurunan pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan," kata Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky. Dalam kajian LPEM FEB UI, Teuku menyebutkan bahwa beban saat tarif PPN masih sebesar 10% pada periode 2020-2021, rumah tangga kaya atau 20% terkaya menanggung 5,10% dari pengeluaran, sementara rumah tangga miskin atau 20% masyarakat termiskin menanggung 4,15% dari pengeluarannya. Setelah kenaikan tarif PPN menjadi 11% pada 2022-2023, rumah tangga kaya memikul 5,64% dari pengeluaran untuk PPN. Sedangkan rumah tangga miskin hanya 4,79% dari pengeluarannya.

Perspektif dari Menteri Keuangan

Menteri Keuangan sebelumnya memiliki pandangan yang berbeda. Mereka berpikir bahwa keputusan PPN harus menunggu pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden. Namun, setelah pergantian pemerintah, kondisi tersebut belum berubah secara signifikan. PPN tetap berada pada tingkat 12% dan belum ada tanda-tanda perubahan yang jelas.

Perspektif Ekonomis Lain

Beberapa ahli ekonomi lain juga mengulas dampak PPN pada ekonomi. Mereka menyebutkan bahwa PPN tidak hanya mempengaruhi harga barang dan jasa, tetapi juga memiliki implikasi pada tingkat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika PPN terlalu tinggi, dapat mengurangi daya beli konsumen dan mengurangi investasi bisnis. Namun, jika PPN terlalu rendah, dapat mengurangi pendapatan negara. Oleh karena itu, perhitungan dan penentuan tarif PPN harus dilakukan dengan cermat.